Tuesday, December 15, 2009

Kekuatan Mematikan : Doktrin Penjahat Yang Melarikan Diri

(oleh : Mark Blumberg) (Deadly Force: Fleeing-Felon Doctrine) Hukuman mati cukup kontroversial karena banyak orang mempertanyakan apakah negara dapat diizinkan untuk mengambil kehidupan warga atau tidak. Para peneliti telah menghabiskan waktu cukup lama untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan ini dan pengadilan diminta untuk melaksanakan proses peninjauan yang lama sebelum seorang pelaku kejahatan dihukum mati. Di sisi lain, alasan penggunaan senjata api oleh polisi sepanjang sejarah hanya sedikit mendapat perhatian kecuali fakta bahwa lebih banyak warga yang meninggal karena peluru polisi dibandingkan yang dieksekusi setelah diadili. Selain itu, banyak keadaan yang mendesak polisi untuk menggunakan kekuatan mematikan (yaitu kekuatan yang cenderung membunuh atau mengakibatkan luka yang serius) sebelum pengadilan memutuskan bahwa warga tersebut telah melakukan pelanggaran. Dimulai pada akhir 1960-an, perhatian publik atas penyalahgunaan senjata api oleh polisi mulai meningkat. Banyak pembuat keonaran di kota pada dekade itu yang ditembak polisi dengan tergesa-gesa dan dinilai tidak dapat dibenarkan oleh beberapa pihak. Sebagai akibatnya, badan legislatif negara bagian dan administrator polisi dari sejumlah wilayah hukum berinisiatif mengambil tindakan untuk mengatasi masalah ini. Akhirnya, perhatian terhadap penggunaan kekuatan mematikan oleh polisi mencapai puncaknya pada keputusan penting Mahkamah Agung AS yang membatasi situasi di mana petugas dapat menembakkan senjata mereka kepada warga . The Fleeing-Felon Doctrine (Doktrin Penjahat yang Melarikan Diri) Petugas kepolisian memiliki hak untuk menggunakan kekuatan mematikan dalam situasi di mana mereka menghadapi ancaman kematian atau luka serius. Selain itu, kekuatan mematikan dapat saja digunakan untuk melindungi warga dari kematian atau luka serius. Meski demikian, hingga tahun-tahun terakhir petugas penegak hukum di Amerika Serikat juga dapat menembakkan senjata mereka untuk tujuan menghentikan tersangka penjahat yang melarikan diri, tanpa mempedulikan sifat kejahatan. Doktrin “penjahat yang melarikan diri” berkembang di Inggris selama Abad Pertengahan dan diterapkan di tiga belas daerah jajahannya, kemudian menjadi undang-undang di tiap wilayah hukum Amerika Serikat. Dengan mengabaikan fakta bahwa masyarakat telah sangat berubah dalam banyak hal, doktrin “penjahat yang melarikan diri” masih diikuti secara luas hingga akhir tahun ‘60-an. Meskipun demikian, sejumlah kritik mulai muncul menanggapi peraturan ini (Blumberg, 1993). Pertama, pada saat doktrin hukum umum (common-law) ini dikembangkan semua penjahat dapat dihukum mati. Oleh karena itu, tidak masalah apakah kekuatan mematikan digunakan untuk menghentikan penjahat yang melarikan diri atau tidak, karena bagaimana pun ia akan dieksekusi. Di masa modern keadaannya tak lagi demikian. Hanya sejumlah kecil terdakwa yang dijatuhi hukuman mati. Untuk alasan ini, kritik mempertanyakan pertimbangan kebijakan yang mengijinkan petugas kepolisian untuk menggunakan kekuatan mematikan untuk tujuan menghentikan tersangka yang sebagian besar akan menerima vonis penjara, atau bahkan masa percobaan, sebagai hukumannya.

No comments:

Post a Comment