Thursday, April 8, 2010

Gotong Royong 4 (empat) Jam

TEMPO/ 01 Januari 1977

DESA Ibuh terletak di pinggir Batang Agam dalam Nagari Koto Nan Empat, Payakumbuh. Luasnya 110 hektar, berpenduduk 1.495 jiwa, terdiri dari petani, pegawai negeri, pedagang kecil, buruh dan pelajar. Kalau jorong atau desa ini sering mendapat kunjungan dari pejabat-pejabat penting baik yang datang dari Padang maupun Jakarta tentulah karena ada yang pantas dilihat. Yaitu cara Panitia Pembangunan Ibuh bekerja. Kerja Malam Panitia Pembangunan Jorong Ibuh didirikan pada akhir tahun 1968. Panitia yang diketuai oleh Amorel Hamid gelar Datuk Rajo Indo Anso nan Ratih ini telah menyusun dan melaksanakan Repelita I dan Repelita II desanya. hantor Panitia terletak di pusat desa, berdekatan dengan masjid, lepau dan warung kopi. Kantor dibuka pada malam hari mulai jam 20.00 sampai jam 24.00. Di dekatny? ada pula lapangan olah raga dan pentas untuk kegiatan kesenian. Di dalam ruangan kerja Panitia Pembangunan tersedia bacaan untuk umum seperti surat-kabar dan majalah. Kondisi tempat dan lingkungan kerja Kantor Panitia ini memang dibuat sedemikian rupa, supaya "anggota Panitia dan masyarakat bisa selalu hadir", kata Amorel Hamid. Anggota Panitia siang hari punya kesempatan mencari nafkah karena mereka tidak menerima honorarium dari Panitia. Rapat Kerja Panitia sekurang-kurangnya diadakan sekali sebulan. Sedangkan rapat umum seluruh penduduk yang mengesyahkan setiap rencana kerja Panitia diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 6 bulan. Menurut Profesi Seperti desa lain, dalam melaksanakan pembangunan Panitia menggunakan sistem gotong-royong. Hanya pengertian gotong-royong masyarakat Ibuh lain dari yang selama ini dikenal. Gotong-royong untuk tiap tenaga kuat (dewasa) ditentukan sekali dalam 14 hari selama 4 jam kerja. Setiap orang yang kena kewajiban gotong-royong dapat menetapkan sendiri hari dan jam kerjanya asal tetap 4 jam dalam jadwal waktu yang 14 hari itu. Bukan hanya itu. Tiap tenaga dewasa itu bebas pula memilih jenis pekerjaan yang akan dilaksanakannya. Tukang batu akan bekerja menurut kecakapannya yang pandai administrasi bekerja di Kantor Panitia, yang biasa mencangkul mengerjakan jalan atau irigasi Kepada TEMPO, Amorel mengatakan bahwa dengan cara seperti ini "tidak ada pemborosan tenaga" dan tiap orang bekerja "dengan rasa tanggung jawab menurut profesinya". Penduduk Ibuh tidak boleh mengganti kewajiban gotong-royong dengan uang, kecuali kalau memang terpaksa. Yang penting tiap anggota masyarakat punya "hubungan fisik dan spirituil" dengan pembangunan dalam desanya. Dengan cara bekerja seperti ini sejak tahun 1969 telah berhasil dibangun 47 buah bangunan/proyek masyarakat dan 5 buah bangunan Pemerintah serta 3.699 meter jalan, di antaranya 1.100 meter telah diaspal.

Berkat Moril Amorel

TEMPO/ 08 September 1973

IBUH -- sebuah jorong di tepi Batang Agam dalam kotamadya Payakumbuh. Di zaman perang kemerdekaan, Ibuh terbilang basis pejuang republik, karena itu Belanda membakar habis 300 rumah adat di sana plus dua mesjid dan balai adatnya. Tentu saja penduduk kemudiaul mengungsi. Lama sudah ladang-ladangnya bersalin rupa jadi rimba-belukar. Tahun 1950 Ibuh kembali bernafas berkat anak-nagarinya mulai ada yang pulang dan membuka sawahladang lagi. ampai tahun 1957 yang merupakan puncak usaha pemulihan-pembangunan Iorong tersebut. Tapi apaboleh buat, setahun kemudian Ibuh terpaksa lagi-lagi rubuh akibat rusuh ketika itu. Kuda bendi. Biarpun sudah dua kali ditimpa malapetaka dahsyat, Ibuh yang pernah habis-habisan itu toh tak dibiarkan lenyap dari muka bumi. Jorong yang luasnya sekitar seratus hektar itu, dengan sungguh-sungguh digarap kembali pada awal pelita I 1969, setelah setahun sebelumnya terbentuk panitia pcmbangunan jorong Ibuh --Kenagarian Koto Nan Ampek. Konon perangsang yang tersohor sejumlah Rp 100.000 itu, merupakan modal bagi kebangkitan desa Ibuh. Dengan resep khas serta pengertian yang, berhasil dibangun, gotong-royong tidak hanya sekedar buahbibir. Di bawah pimpinan Amorel Hamid gelar Datuk Rajo Indo Anso Nan Ratih dalam tempo 20 buLan banyak urusan telah diselesaikan. Secara terperinci Amorel menjelaskan kepada TEMPO mingga akhir 1970, tali-tali bandar persawahan dapat diselesaikan. Juga perbaikan berat serta pengerasan kerikil jalan-jalan penting sepanjang 3699 meter. Membuat dua jembatan beton. Dua belas polongan, bak penampungan air. mesjid, gcdung BKIA dan balai pengobatan." Panitia telah mensahkan sejumlah 28 proyek, 3 tahun lalu, meliputi sektor pendidikan, perekonomian dan sosial. Koresponden Chaerul Harun melaporkan catatannya hingga Agustus ini, sebanyak 90% dari seluruh proyek tersebut sudah rampung. Dan itu tidak hanya menyangkut pembangunan gedung-gedung, melainkan juga urusan tempat minum kuda bendi. Kepentingan yang bakal meninggal juga masuk hitungan. Sebab menurut konyensi adat, siapa yang tak jelas pandam pekuburannya tentu tak jelas pula kaumnya. Ibuh dewasa ini berpenduduk 639 orang dewasa dan 737 anak-anak. Prestasi Ibuh konon lumayan mencengangkan, sampai Mukerda Istimewa Golkar Sumatera Barat menjelang pemilu yang lalu, di Bukittinggi menetapkan "Jorong Ibuh sebagai proyek percontohan pembangunan nagari di Sumatera Barat." Tapi adakah unsur paksaan dalam mensukseskan pembmgunan Ibuh itu? Lebih baik wasangka begitu dipeti-eskan dulu, seperti ujar ketua panitia "Gotong Royong diatur sekali tiap 14 hari. Jenis kerja dan hari boleh dipilih yang bersangkutan buat memberi darmabakti sesuai keahlian masing-masing." Dengan begitu segi perencanaan sudah merupa kan hal yang selesai. Dan panitia-pun melaksanakan sistim musyawarah dan managemen terbuka hingga apa saja perkembangan maupun perubahan di ketahui secara terbuka dan umum. Karena tenaga yang ada digunakan sesuai dengan kebolehannya, maka pemborosan dengan sendirinya dapat dihindarkan termasuk tenaga inti yang terdiri dari tiga sarjana.